“Menembak tjelana dalam logam bukanlah djalan keluar” oleh Toef Jaeger

Berikut terdjemahan resensi jang dimuat oleh harian sore NRC Handelsblad pada edisi 15 djuli 2016, halaman C6 [Sebelum ini Schoonheid is een vloek (terdjemahan bahasa Belanda Tjantik itu luka), karja Eka Kurniawan sudah diresensi oleh harian pagi de Volkskrant dan harian pagi Trouw.] Apa jang harus diperbuat kalau anda punja tiga putri molek djelita dan jang keempat segera lahir? Berdoa supaja jang lahir itu djelek, demikian bisa dibatja dalam Schoonheid is een vloek — sebuah roman karja Eka Kurniawan jang terbit tahun 2002 dan sekarang diterdjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Kalau kalimat pembuka sebuah roman berbunji: “Suatu sore di achir … Lanjutkan membaca “Menembak tjelana dalam logam bukanlah djalan keluar” oleh Toef Jaeger

“Eka Kurniawan mengikuti djedjak Rushdie dan Márquez” oleh Emilia Menkveld

Berikut terdjemahan resensi jang dimuat oleh harian Trouw (rubrik zomertijd) pada edisi sabtu 9 djuli 2016 halaman 32 dan 33. Babi berubah djadi orang, djanin hilang dari rahim, dan hantu gentajangan di setiap rumah SEBARIS KALIMAT PEMBUKA jang kena tidaklah gampang, tetapi penulis Indonesia Eka Kurniawan (1974) berhasil menorehkannja: ‘Sore hari di achir pekan bulan maret, Dewi Ayu bangkit dari kuburan setelah dua puluh satu tahun kematian. Seorang botjah gembala dibuat terbangun dari tidur siang di bawah pohon kambodja, kentjing di tjelana pendeknja sebelum melolong’. Siapa bisa mengawali novel pertamanja dengan kalimat seperti itu pasti dia seorang penutur ulung. ‘Tjantik … Lanjutkan membaca “Eka Kurniawan mengikuti djedjak Rushdie dan Márquez” oleh Emilia Menkveld

“Tjantik itu luka mengandung ramuan chusus”, oleh Wim Bossema

Berikut terdjemahan resensi jang dimuat oleh harian pagi Amsterdam de Volkskrant pada edisi sabtu 2 djuli 2016, novel ini memperoleh empat dari lima bintang jang ada. Manakala seorang penulis sedang dipersilakan masuk ke dalam kelompok pilihan jang hanja beranggotakan nama2 besar, maka dia akan tertimpa hujan perbandingan jang turun dengan lebatnja. Tidaklah mengherankan kalau penulis muda Indonesia Eka Kurniawan (1974) disandingkan dengan penulis senegerinja Pramoedya Ananta Toer, dengan Gabriel Garcia Márquez dan dengan Murakami Haruki. Tapi djustru gaja pribadi Eka Kurniawanlah jang membuat roman2nja (dia sudah menulis empat) merupakan petualangan. Dalam upajanja mendjangkau pembatja sekarang Belanda memperoleh giliran dengan terbitnja … Lanjutkan membaca “Tjantik itu luka mengandung ramuan chusus”, oleh Wim Bossema